TEMPO.CO, Jakarta - Benang kusut data penerima bantuan sosial harus segera diurai agar program pemerintah untuk perbaikan ekonomi masyarakat tepat sasaran. Persoalan data yang tak lekas tuntas disampaikan Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Yandri Susanto kepada Menteri Sosial Juliari Batubara.
Ia meminta perkara data kemiskinan rampung di era kepemimpinan Juliari, sehingga penyaluran bantuan bisa selesai dan efektif.
"Contoh di Cianjur ada 2.000 nama penerima bantuan yang tidak bisa dikonfirmasi. Ini harus diperbaiki," ujar Yandri dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Sosial, Rabu, 24 Juli 2020. Selain Yandri, Ketua DPR Puan Maharani juga mengevaluasi daftar penerima bantuan sosial.
Ia mengatakan pemerintah perlu melakukan perbaikan dan sinkronisasi data. Komisi VIII DPR telah membentuk Panitia Kerja Validasi dan Verifikasi Data Kemiskinan untuk bersama Julian. Puan berharap pembagian bansos di bulan Juli hingga September 2020 bisa berjalan lebih baik.
Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy mengatakan bahwa hingga 21 Juni 2020, lembaganya telah menerima 1.269 pengaduan daring dari masyarakat terdampak Covid-19. Dari jumlah tersebut, 704 aduan masuk terkait dengan paket sembako, 24 aduan soal Program Keluarga Harapan, 24 aduan soal kartu prakerja, 486 aduan soal Bantuan Langsung Tunai, dan 31 aduan soal listrik PLN.
Salah satu aduan sempat masuk dari seorang warga bernama Soraya asal Jakarta Raya. Ia mengadu kepada Ombudsman lantaran merasa layak mendapatkan bantuan sosial sembako, namun namanya tidak terdaftar di pemerintah.
Laporan juga masuk dari warga bernama Nur, seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pengemudi ojek online. Dalam laporannya kepada Ombudsman, ia mengaku mengalami penurunan penghasilan selama pagebluk. Namun, namanya tidak terdaftar sebagai penerima bantuan, meski sudah menyerahkan berkas pendaftaran sebagai penerima bansos.
Setiap pekan di hari Jumat, Ombudsman merekapitulasi aduan-aduan yang masuk. Semua data direkapitulasi dan dikirimkan kepada Kementerian Sosial dan Kementerian Desa untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya, Ombudsman akan mengawasi hasil tindaklanjutnya pada satu pekan setelahnya.
Ahmad merangkum lima persoalan yang menyebabkan penyaluran bansos belum tepat sasaran. Pertama, adalah perkara data yang validasinya harus terus dilakukan. Kedua, soal kejelasan informasi kepada masyarakat yang masih kurang. Ketiga, pengawasan yang perlu diperketat hingga ke tataran RT, RW, atau Desa.
Selain itu, persoalan lainnya kerap ada penyimpangan di aparat, termasuk intimidasi bila ada warga yang melaporkan keluhan.
Terakhir, muncul persoalan dari pengurus RT dan RW yang mengutip dana bansos tersebut. Para pengurus ini berdalih tidak adanya dana operasional saat menyalurkan bantuan. "Memang karena situasinya darurat, seharusnya ada perangkat pengawasan tanpa harus terjun ke lokasi karena PSBB," ujar Ahmad.